Membuka Tirai Kegaiban


Mendengar pernyataan kawanku mungkin aku harus meluruskan dan menyikapi permasalahan yang sebenar-benarnya dan sejujurnya masalah ini,akan tetapi karena keterbatasan waktu mungkin baru ini yang baru bisa aku sajikan dan mungkin lain waktu akan aku tambahkan dan sempurnakan lagi,Insya Alloh.
Mungkin kita sering bingung ketika mempelajari Islam kemudian kita menemukan hal-hal yang seolah-olah bertentangan. Misalnya, kita mengetahui bahwa orang2 yang beriman, beramal sholeh dan tidak menyekutukan ALLOH maka dia akan dimasukan ke Surga. Dan orang2 yang kafir, durhaka, berdosa dan menyekutukan-NYA akan dimasukkan ke Neraka. Sementara kita juga mengetahui bahwa masuk Surga atau Nerakanya seseorang itu sudah ditetapkan oleh-NYA sebelum kita lahir.
Begitu juga dengan kasus bencana alam. Dimana satu sisi dalam Al-Quran menyebutkan bhw bencana itu akibat perbuatan manusia. Sedangkan pada ayat lain menyebutkan bhw itu sudah tercatat dalam kitab (sudah ditetapkan).

Kasus lain ketika kita mengetahui bahwa dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa yang menurunkan air dari langit adalah ALLOH, sedangkan kita melihatnya air itu turun karena adanya gaya gravitasi bumi.

Kasus lain ketika kita maksiat. Satu sisi maksiat ini adalah kesalahan kita, sedangkan disisi lain maksiat kita sudah ditakdirkan.

Kasus lainnya lagi adalah tentang rezeki, dimana satu sisi kita mengetahui bahwa rezeki itu akan kita dapatkan jika kita bekerja/usaha. Sementara sisi lain rezeki itu sudah ditetapkan dan diatur oleh-NYA.

Bingung kan? Mana yang benar? Seolah-olah hal ini seperti yang bertentangan. Bahkan tidak jarang para ulama sampai bertengkar karena mempertahankan pendapatnya dan menyalahkan pendapat yang lainnya yang berbeda.

Dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang serupa, yang sebenarnya kuncinya sangat sederhana. Kita tinggal merubah pertanyaan kita dari yang asalnya “Mana yang benar?” menjadi “Bagaimana menyikapinya?”. Memahami ilmu itu harus membuahkan PENYIKAPAN, bukan untuk membuahkan PENGAKUAN.

Salah satu metode penyikapan masalah2 di atas yang sederhana dan umum adalah: “Kita tentukan hal2 tersebut termasuk sisi SYARIAT atau sisi HAKIKAT, kemudian kita sikapi sesuai pada tempatnya masing-masing dan jangan sampai tertukar”.

Manusia dlm menyikapi sebuah realita kehidupan dan masalahnya dia dikaruniai kemampuan untuk memandang dari dua sisi, yaitu sisi SYARIAT dan sisi HAKIKAT.

Sisi SYARIAT adalah realita yg nampak dan dapat difahami oleh indera lahiriah kita, misalnya: gerakan fisik, bacaan, buah apel yg jatuh dari pohon, peristiwa alam, sebab-akibat, dsb.

Sedangkan sisi HAKIKAT adalah realita yg sebenar-benarnya yg tdk bisa difahami oleh indera lahiriah kita, misalnya: takdir, af'al (perbuatan/tindakan) ALLOH, dsb.

Kita harus pandai2 menempatkan masing2 sisi tersebut pada tempatnya masing2 dan jangan sampai tertukar.

Sisi SYARIAT tempatnya di dalam AKTIVITAS kehidupan kita.

Sedangkan sisi HAKIKAT tempatnya di dalam HATI kita.

Dan jangan sampai tertukar.

Misalkan dalam kasus REZEKI:

Satu sisi kita memahami bahwa rezeki akan kita dapatkan jika kita bekerja.

Inilah sisi SYARIAT dari rezeki tersebut yg mana penyikapan hal ini harus ditempatkan pada AKTIVITAS kita.?Artinya ketika kita membutuhkan rezeki maka kita harus bekerja dalam rangka beribadah kpd-NYA.?Tentu saja secara SYARIAT ada aturannya untuk mendapatkan rezeki itu, antara lain hrs yg halal, hny sebatas memenuhi kebutuhan, dsb.

Inilah yg dimaksud menempatkan penyikapan pada AKTIVITAS kita, yaitu fisik/ fikiran kita bekerja. Dan tentunya harus sesuai dgn aturan SYARIAT.

Di sisi lain kita juga memahami bahwa rezeki itu sudah ada yg mengatur.

Inilah sisi HAKIKAT dari rezeki tersebut yg mana penyikapannya hrs ditempatkan dalam HATI.

Artinya HATI kita harus ridho dan ikhlas jika kita mendapatkan rezeki yg tdk sesuai dgn harapan kita.??Krn menyadari betul bahwa sekeras apapun bekerja itu tdk akan bisa menjamin rezeki yg didapat akan melimpah.?Krn rezeki itu memang DIA yg mengaturnya.?Dan dia yakin bhw yg DIA tetapkan itu pasti yg terbaik, krn setiap ketetapannya itu lahir dari Rohman-Rohim-NYA (kasih-sayang-NYA).?Sehingga HATI kita akan ikhlas dan ridho bahkan bersyukur jika kita mendapatkan rezeki walaupun sedikit.

Dan HATI kita juga tidak akan takabur dan kikir jika kita mendapat rezeki yg besar.?Krn benar2 sadar bahwa rezeki itu pemberian-NYA, dimana disana ada hak2 orang lain di dalamnya.?Ketika dalam AKTIVITAS bekerjanya pun niat di dalam HATI-nya bukan untuk mendapatkan rezeki, tp ikhlas krn ALLOH.?Itulah penempatan penyikapan sisi HAKIKAT dalam HATI, yaitu ikhlas, ridho, syukur, tdk takabur, tdk kikir.

Jangan terbalik, kita memahami HAKIKAT lalu menempatkannya dlm AKTIVITAS kita, bukan dalam HATI kita.??Misalnya ketika memahami bahwa rezeki itu sudah ada yg mengaturnya dan sekeras apapun kita bekerja dan berusaha maka hal itu tdk akan mampu menjamin rezekinya, dan tanpa usaha pun kalau memang sudah ditentukan dpt rezeki maka pasti rezeki akan datang. Kemudian dia berfikir, “jika begitu buat apa kita susah2 bekerja keras, toh kalau memang ALLOH menetapkan rezeki kita maka pasti akan kita dapatkan walaupun tanpa bekerja”.?Ini adalah penyikapan yg keliru.

Sekalipun pemahaman hakikatnya benar, namun bila penyikapannya seperti itu berarti dia tdk mensyukuri potensi fisik dan potensi berfikir yg telah ALLOH berikan sebagai sarana kita untuk beribadah kpd-NYA.

Begitupun sebaliknya, ketika kita memahami SYARIAT namun penyikapannya dimasukkan ke dalam HATI.?Misalkan kita memahami bhw untuk mendapatkan rezeki kita hrs bekerja.?Lalu dia menempatkan pemahaman ini ke dalam hatinya, sehingga yg difikirkannya sehari2 adalah bekerja dan bekerja untuk mendapatkan rezeki.?Dalam keadaan seperti ini dia akan melupakan sisi hakikatnya bhw rezeki ALLOH yg mengatur.?Sehingga ketika rezeki yg didapat tdk sesuai dgn keinginannya maka dia akan stres dan frustasi bahkan putus asa.

Begitupun ketika dia mendapatkan rezeki yg melimpah dia akan menisbatkan rezeki yg diperolehnya adalah hsl kerja kerasnya selama ini sehingga dia menjadi takabur, dan dia juga lupa bhw sebenarnya yg memberikan rezeki itu adalah ALLOH sehingga menyebabkan dia menjadi kufur nikmat dan kikir.

Motivasi kerjanya pun akan sangat tinggi. Karena dia bekerja bukan karena mengharapkan rezeki, tapi dia bekerja karena ingin memberikan yang terbaik untuk ALLOH. Mensyukuri semua potensi yang telah dikaruniakan kepadanya. Mensyukuri potensi fisik, potensi waktu, potensi fikiran, termasuk mensyukuri potensi sunnatuLLOH sebab-akibat yang telah ALLOH rancang seperti bila bekerja maka akan mendapat gaji/upah/untung.

Berbeda dengan orang yang motivasi kerjanya karena selain ALLOH, dia akan semangat kerja jika gaji besar sementara jika gaji kecil dia malas bekerja. Dia akan semangat kerja ketika ada bos atau pengawas, tapi ketika tidak ada dia malas-malasan. Dia akan semangat kerja ketika tau usahanya akan untung besar, tapi ketika tau usahanya kurang menguntungkan dia akan malas bekerja.

Sekalipun pemahaman SYARIAT-nya benar namun dalam menempatkannya salah maka penyikapannya tdk lagi bernilai ibadah dalam pandangan ALLOH. Walaupun ada kalanya penyikapan SYARIAT oleh HATI ini dimaklumi oleh ALLOH, karena tidak semua orang mampu memfungsikan sudut pandang HAKIKAT ini.

Itu adalah satu contoh penerapan konsep penyikapan syariat-hakikat. Pada kasus-kasus lainnya yang serupa, tinggal kita terapkan saja seperti contoh di atas. Sekali lagi kuncinya adalah: tentukan hal itu masuk ke sisi mana, SYARIAT atau HAKIKAT; kemudian sikapi sesuai pada tempatnya masing-masing dan jangan sampai tertukar.

Semoga bermanfaat. Wallohu’alam bishowab.

Categories: