Membuka Tirai Kegaiban


Keinginan kuat yang membuat saya begitu menginginkan pesantren di tempat ini, seolah ada magnet yang menarik saya kesana. Cukup jauh dari tempat tinggal saya yaitu di daerah jawa timur.
Disana saya diajarkan manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani yaitu kisah tentang perjuangan wali qutub yang sangat dikagumi oleh umat islam, terutama saya pribadi. Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani adalah cucu Rasulullah SAW dari Sayidina Hasan bin Ali bin Abu Thalib RA. Beliau dilahirkan di Baghdad, Iraq. Beliau adalah sufi yang kharisamtik dan memiliki karomah.Di pesantren ini saya juga di ajarkan untuk mencintai dan menyayangi anak yatim, karena sungguh ratusan anak yatim di asuh oleh pendiri pesantren ini yaitu Syekh Ahmad Jauhari Umar bin Muhammad Ishaq Umar dengan asuhan beliau seluruh anak yatim dan santri disini semua biaya di tanggung oleh pesantren dari hasil panen sawah yang di miliki oleh pesantren ini.

Kami santri dari luar kota hanya untuk Riyadloh yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara banyak berdzikir kepada Allah SWT di siang dan malam, kami juga di sunnahkan untuk berpuasa selama 40 hari, dan mendapatkan tugas berdzikir sesuai yang diberikan oleh pendiri pesantren.


Ketika saya berada disana, kebetulan sekali Pak Yai ( sebutan Syekh ahmad Jauhari ) sedang dalam keadaan sakit, karena usia, beliau lahir pashari kemerdekaan RI yaitu 17 agustus 1945. Beliau sangat baik sekali, walaupun saya hanya beberapa kali saja melihatnya, ada kebiasaannya yang saya ingat sampai saat ini yaitu beliau sering berdoa diluar rumah menghadap ke langit langsung.
Putra beliau ada tiga Gus Sholahuddin, Gus Ali, dan Gus Sulthon. Putra beliau memiliki karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya. Gus Sholahuddin, memiliki sifat yang BIjaksana, Gus Sulthon memiliki sifat yang sangat Disiplin, dan Gus Ali sebagai putra terakhir memiliki sifat yang penyayang.

Ketika saya baru 21 hari disana terjadi sesuatu dengan pa Yai, beliau dibawa ke rumah sakit dan beliau dinyatakan meninggal dunia, saat itu saya seperti kehilangan sosok ayah yang sangat kharismatik, penyayang dan saya ingat ketika saya pesantren di Sukahurip bahwa guru itu seperti seorang ayah yang menunjukkan kenpada jalan yang di Ridhoi Allah SWT.



Ketika jenazah hendak dikebumikan

Lafadz Laailaahaillallah.....Laailaahaillallah....Laailaahaillallah...

Terus di kumandangkan para santri

Tak terasa air mata jatuh tak terbendung


Apalagi ketika Gus Ali yang mengumandangkan lafadz tauhid

Dan ketika Gus Sulthon yang sangat disiplin itu menangis

Juga ketika Gus Sholah membacakan Talqin

Hati ini merasakan kesedihan yang amat sangat luar biasa


Seperti sebuah kehilangan yang pernah kurasakan

Ketika Mamah Nurhayati meninggal dunia

Saat itu saya seperti anak yang di tinggalkan oleh orangtuanya

Air mata bercucuran seperti air terjun.



Terjadi sebuah kejadian yang lucu tapi juga mengharukan, ketika jenazah dikebumikan semua orang menangis tidak terkecuali preman yang sering berbuat dosapun, denga tattoo nya, dia menangis sesegukan.



Selamat tinggal ayahku tercinta, guruku tersayang semoga kita akan di pertemukan di akhirat kelak.