Membuka Tirai Kegaiban


Makna Musibah
Musibah adalah kata untuk suatu kejadian buruk yang menimpa manusia maupun apa saja yang ada di alam semesta. Musibah bagi manusia ada tiga macam, yaitu : Pertama, musibah sebagai ujian. Kedua, musibah sebagai peringatan. Ketiga, musibah sebagai adzab.
Manakala seorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT terkena musibah, maka bisa dipastikan musibah tersebut sebagai ujian baginya. Dalam QS. 29. Al-'Ankabut : 2, Allah SWT menegaskan bahwa orang beriman pasti akan diuji. Arti firman-Nya dalam ayat tersebut : "Apakah manusia mengira akan dibiarkan mereka mengatakan kami beriman, kemudian mereka tidak diuji lagi ?!" Bahkan Rasulullah SAW mengingatkan bahwa semakin kuat iman seorang hamba semakin besar pula ujiannya, beliau menyatakan : "Sesungguhnya manusia yang paling berat ujiannya adalah Anbiya, lalu Auliya, lalu Ulama, kemudian yang sepertinya, lalu yang sepertinya." Ujian untuk orang beriman adalah bukti cinta Allah SWT kepadanya, dan jika ia lulus ujian, maka derajatnya akan ditinggikan di sisi Allah SWT.
Sekurang-kurangnyanya, orang beriman yang terkadang lalai, sehingga terkadang masih suka melakukan keburukan, maka musibah tersebut sebagai peringatan baginya, agar ia segera meningkatkan kebaikannya dan menghilangkan keburukannya. Ini pun sebagai bukti bahwa Allah SWT masih mencintainya, sehingga jika sang hamba segera memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka peringatan tersebut akan menjadi penebus dosa dan pembersih diri.
Adapun bagi manusia yang tidak ada kebaikan dalam dirinya, selalu ingkar dan durhaka kepada Allah SWT, melanggar semua kewajiban dan melakukan berbagai larangan, seperti orang-orang kafir dan munafiq, serta ahli maksiat yang fasiq, maka musibah yang menimpa mereka adalah adzab, sebagai bukti kemurkaan Allah SWT terhadap kedurhakaan mereka. Dalam QS. 29. Al-'Ankabut : 40, Allah SWT menegaskan tentang aneka siksa dunia bagi pendosa. Makna firman-Nya dalam ayat tersebut : "Maka setiap orang Kami siksa dengan sebab dosanya, maka daripada mereka ada yang Kami kirimkn kepadanya hujan batu, dan daripada mereka ada yang ditimpakan suara keras yang mengguntur, dan daripada mereka ada yang Kami benamkan ke dalam Bumi, dan daripada mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan tidaklah sekali-kali Allah menzhalimi mereka, akan tetapi mereka yang menzhalimi diri sendiri." Karenanya, musibah bagi golongan ini adalah siksa dan bencana.
Maksiat dan Bencana
Orang yang beriman meyakini bahwa antara maksiat dan bencana mempunyai hubungan sebab akibat. Dalam QS.Al-A'raf : 96 s/d 99, dengan jelas menginformasikan tentang Sunnatullah bahwa Iman dan Taqwa penduduk suatu negeri adalah pembuka keberkahan bagi negeri tersebut, sebaliknya kedurhakaan dan pembangkangan terhadap Allah SWT adalah penyebab kemurkaan-Nya dan pengundang bencana serta malapetaka. Hanya orang yang tak beriman yang tidak percaya adanya hubungan kausal sebab akibat antara maksiat dan bencana.
Suatu ketika Nabi SAW pernah mengabarkan ke salah seorang isterinya, Sayyidah Zainab RA, tentang bencana yang akan menimpa umatnya, lalu sang isteri bertanya : "Apakah kita binasa, dengan di tengah kita banyak orang soleh ?". Rasulullah SAW menjawab : "Ya, jika kebejatan sudah merajalela !" Di lain kesempatan isteri beliau yang lain, Sayyidah 'Aisyah RA, menyampaikan sebuah kisah dari Nabi SAW tentang suatu negeri yang dihancurkan oleh Allah SWT, padahal di negeri tersebut ada tujuh puluh lima ribu orang soleh yang amalnya seperti amal para Nabi, karena maraknya kemunkaran dan kemaksiatan di negeri tersebut.
Khalifah Umar ibnu Al-Khaththab RA saat terjadi gempa di zamannya, langsung mengumpulkan rakyat dan orang di sekitarnya, lalu beliau tidak bertanya tentang berapa besar harta benda yang musnah, bahkan tidak bertanya pula tentang berapa banyak korban manusia, tapi yang beliau tanyakan adalah maksiat apa yang dilakukan rakyat dan orang di sekitarnya sehingga bencana tersebut terjadi. Sungguh sikap luar biasa dari seorang Umar selaku Kepala Negara, beliau tidak menyibukkan diri untuk menghibur rakyat yang sedang terkena bencana, tapi beliau mengajak semua pihak untuk introspeksi diri. Sebab, kebanyakan menghibur diri akan menyebabkan lupa diri, sehingga tidak tahu kesalahan diri, akibatnya tidak termotivasi untuk memperbaiki diri. Namun, introspeksi diri akan mengungkap kesalahan diri, sehingga termotivasi untuk memperbaiki diri, agar ke depan bencana tidak terulang kembali.
Lain Umar, lain lagi pemimpin jaman sekarang. Saat bencana terjadi, bukan mengajak introspeksi diri, tapi menyuguhkan aneka hibur diri. Tentu saja, sangat bagus jika dihibur dengan hiburan rohani penenteram hati, seperti dzikir, istighfar dan sholawat. Nekatnya, dihibur dengan hiburan tidak tahu diri. Lihat di Yogya misalnya, para pengungsi Merapi diajak berdendang dan bergoyang, serta joget senang-senang.
Bahkan di pusat kota Yogya sepanjang Malioboro aneka maksiat masih dipertontonkan secara vulgar, di berbagai perempatan jalan sesajen kemusyrikan disajikan, di beberapa tempat pengungsian terjadi pelarangan ibadah terhadap umat Islam, bahkan ada upaya pemurtadan. Media mempropagandakan 'awan Petruk' untuk menggiring awam mengkultuskan Merapi dan menyembahnya.
Selain itu, ada eksekutif yang nyeleneh menyalahkan alam, dan ada legislatif yang menyalahkan bermukim di gunung, bahkan ada kolumnis yang menyalahkan Tuhan. Gilanya, ada yang mengeluarkan kebo keramat agar masyarakat berebut bulu dan kotorannya yang dianggap berkah untuk keselamatan dari bencana. Sementara itu, para politisi saling sibuk tebar pesona memanfaatkan situasi, menjual air mata dan mengumbar janji. Mau dibawa kemana negeri ini ?!

Puisi Untuk Bencana

Meminjam pertanyaan Sayyidina Umar RA, kita patut bertanya kepada negeri tercinta:

Hei Indonesiaku......
Musibah datang bertubi-tubi
Silih berganti tiada henti
Jadi Bencana menghantam negeri
Hei negeriku...........
Kemunkaran apa yang kau lindungi
Kezaliman jenis apa yang kau tak peduli
Hingga mengundang kemurkaan ilahi
Hei para pejabat........
Maksiat apa yang kau perbuat
Kebatilan macam mana yang kau perkuat
Hingga bencana menghantam rakyat
Hei para ulama.....
Dosa apa yang kau menutup mata
Kejahatan bagaimana yang kau tutup telinga
Hingga malapetaka menerjang bangsa
Hei diriku yang hina.....
Kedurhakaan apa yang kau pelihara
Kedurjanaan apa yang kau cipta
Hingga jadi andil dalam tiap bencana
                   ==========

Indonesia dan Bencana

Kemaksiatan apa yang tidak ada di Indonesia?. Sulit sekali menjawabnya, karena hampir semua jenis maksiat ada di negeri ini, lengkap dan komplit, serta dilakukan secara terbuka. Dari mulai dosa kecil hingga pengakuan sebagai Nabi dan Malaikat, bahkan sebagai Tuhan, ada di negeri ini. Mungkin hanya pengakuan sebagai Iblis yang belum terdengar?!
Dengan mudah kita bisa merinci dosa besar negeri ini: Islam diterorisasi, Syariatnya dimusuhi, Umatnya dideIslamisasi, Ulamanya tidak dihargai, Da'wah dikriminalisasi, Hisbah diradikalisasi, Jihad diekstrimisasi, Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) diberi posisi, Perdukunan digandrungi, Aliran Sesat Ahmadiyah dilindungi, Pemberantasan Korupsi setengah hati, Miras dilegalisasi, Poligami dihalangi, Homo dan Lesbi dihormati, Pelacuran dan Perzinahan dilegitimasi, Pornografi dan Pornoaksi dikategorikan seni, Judi mau dilokalisasi, Narkoba diringankan sanksi, Hukum pilih-kasih, Jabatan dijual-beli, Ekonomi dengan sistem ribawi, Politik dengan sistem demokrasi, HAM barat jadi Kitab Suci, TKI dan TKW dikirim ke luar negeri tanpa dilindungi, Kekayaan negara diprivatisasi, Harta rakyat jadi milik pribadi, dan lain sebagainya masih banyak lagi.
Tiada api tanpa asap, tiada akibat tanpa sebab. Dengan fakta dan data seperti itu, maka bukan buruk sangka terhadap Allah SWT, jika disimpulkan bahwa bencana yang melanda Indonesia adalah adzab dari Allah SWT. Dan yang paling bertanggung-jawab atas semua musibah tersebut adalah Negara, yang dalam hal ini adalah pengelolanya, yaitu Presiden, karena negeri ini menganut sistem presidensiil, dimana kekuasaan negara berpusat di tangan Presiden. Sang Presiden saat ini adalah SBY, maka SBY lah orang yang paling bertanggung-jawab dari semua bencana yang melanda negeri. Ini bukan mencari kambing hitam, tapi siapa pun Presidennya, maka dialah yang paling bertanggung-jawab di dunia dan akhirat atas apa yang terjadi terhadap apa saja yang ada dalam kekuasaannya. Khalifah Umar RA pernah menangis di tengah malam, karena khawatir dan takut akan dituntut di pengadilan Allah SWT terhadap kematian seekor anak domba di tepi sungai Eufrat yang ada dalam wilayah kekhialfahannya. Camkan !
Semoga Allah SWT memberi SBY Taufiq dan Hidayah agar segera bertaubat dan memperbaiki semua kebijakannya. Semoga SBY segera menolak Terorisasi Islam dan umatnya, serta menolak kriminalisasi Da'wah, Hisbah dan Jihad. Semoga SBY segera memformalisasi Syariat Islam, menghargai Ulama, membersihkan negeri dari pengaruh Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme), memerangi Perdukunan, membubarkan Aliran Sesat Ahmadiyah, memberantas Korupsi sepenuh hati, melarang segala bentuk maksiat seperti Miras, Narkoba, Homo, Lesbi, Pelacuran, Perzinahan, Pornografi, Pornoaksi dan Judi.
Semoga SBY menegakkan Hukum tanpa pilih-kasih, menerapkan sistem Ekonomi tanpa riba, dan Politik dengan sistem Islami, serta lebih mengedepankan KAM (Kewajiban Asasi Manusia) sesuai ajaran Islam daripada HAM (Hak Asasi Manusia) produk Barat, dan juga segera beri perlindungan dan pembelaan terhadap TKI dan TKW yang sudah dizalimi di luar negeri sejak puluhan tahun, serta tidak memprivatisasi Kekayaan negara mau pun Harta milik rakyat menjadi milik segelintir pribadi. Semoga SBY mampu menghantarkan Indonesia menjadi baldah thoyyibah yang diridhoi dan diberkahi Allah SWT. Aamiiin.

Pesan khusus buat Presiden SBY: Taubatlah niscaya anda selamat, jika tidak kehancuran siap melumat!
[Habib Rizieq Syihab]

Categories: