Membuka Tirai Kegaiban

Dewasa ini, berbagai negara dunia menggalakkan pembahasan masalah reformasi pemikiran dan sosial. Dalam hal ini Islam senantiasa menyerukan reformasi dan pembenahan dan selalu mendorong masyarakat untuk membenahi kondisi yang ada. Terkadang sebuah masyarakat menjalani rutinitas mereka selama puluhan dekade bahkan ratusan tahun tanpa ada perkembangan apapun. Perlahan-lahan masyarakat itu mengalami proses degradasi dan kejumudan. Saat itulah, harus muncul seorang figur yang mampu
menyadarkan dan mendorong masyarkat tersebut untuk bergerak maju. Pembenahan itu dapat dilakukan di berbagai bidang, dan pada era kini salah seorang figur reformis pemikiran agama adalah Syahid Ayatullah Murtadha Mutahhari.Seorang peneliti dan dosen universitas Iran, Doktor Hasan Azghadi mengatakan,

“Berjihad dan pengorbanan tidak dilakukan hanya di sektor politik dan sosial saja. Ada saatnya saat melakukan penelitian ilmiah yang menggunakan pilar-pilar pemikiran, seseorang harus bersikap berani. Di satu sisi, ia harus berdiri tegak menghadapi berbagai pemikiran menyimpang di kalangan internal ummat Islam. Di sisi lain, ia juga harus melawan serbuan pemikiran dari luar yang menyatakan bahwa agama bukanlah hal yang penting dalam kehidupan manusia.

“Dalam sejarah, kita akan mendapati bahwa orang yang mampu melakukan perjuangan melawan dua kekuatan pemikiran itu bisa dikatakan sangat sedikit. Di antara pemikir yang sedikit itu adalah Syahid Muthahhari. Beberapa dekade lamanya, Muthahhari muncul sebagai pemikir Islam yang mampu membela agama Islam dari serbuan pemikiran luar ataupun penyimpangan internal. Ia mengemukakan pemikiran Islam yang hakiki dengan bahas yang bernas, cerdas, dan menarik. Muthahhari adalah penjaga benteng pemikiran Islam yang kokoh di akhir abad 20. Pejuang pemikiran Islam itupun pada akhirnya mempersembahkan nyawanya di jalan agama dan gugur sebagai syahid.”

Kalau kita mengamati pemikiran-pemikiran Syahid Muthahhari, kita akan mendapati fakta bahwa sebagian sebagian besar aktivitas ilmiahnya dicurahkan untuk mengungkap penyimpangan pemikiran Islam yang ada di tengah-tengah masyarakat, sekaligus memberikan bantahannya. Muthahhari juga memberikan penjelasan atas berbagai hal yang masih sering dianggap bias dalam ajaran Islam. Sebagai contoh, Muthahhari menulis tiga jilid buku berjudul “Perjuangan Huseini”. Di buku itu, Muthahhari secara detail menuliskan faktor-faktor yang membuat pejuangan Imam Husein di Padang Karbala menjadi begitu abadi. Ia juga menjelaskan hal-hal yang sering dipertanyakan oleh sejumlah kalangan terkait peristiwa tersebut. Syahid Muthahhari di buku itu juga menjelaskan pentingnya tugas muslimin dalam mengantisipasi aksi distorsi dan perusakan agama dan sosial.
Syahid Muthahhari menilai Islam sebagai agama yang dapat menjawab seluruh tuntutan pada zamannya.

Di antara karya komprehensif beliau adalah buku berjudul “Islam dan Tuntutan Zaman”. Beliau berpendapat bahwa umat manusia memiliki ketergantungan terhadap unsur-unsur materi dan maknawi. Cara untuk memnuhi tuntutan tersebut pun sangat beragam dan berbeda-beda pada setiap zaman. Sebab itu, manusia harus menyesuaikan dirinya dengan tuntutan zamannya. Menurut Muthahhari, tuntutan tersebut tidak dapat dielakkan atau dicegah. Namun pada saat yang sama, tidak seluruh fenomena tersebut adalah pilihan terbaik bagi kehidupan manusia. Karena, fenomena tersebut adalah karya manusia yang tidak terjaga dari kesalahan.

Oleh sebab itu, setiap individu dituntut untuk dapat menyesuaikan tuntannya serta mengontrol dan membenahinya.” Artinya, umat manusia harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi zamannya seperti memanfaatkan teknologi yang terus berkembang. Namun pada saat yang sama mereka juga harus tetap menjaga diri dari dampak negatif yang muncul dari arus kemajuan teknologi.

Menurut Muthahhari, ajaran Islam adalah yang paling komprehensif, sempurna, dan terus hidup sepanjang zaman. Ajaran Islam juga dapat disesuaikan dengan tuntutan pada zamannya. Masalah inilah yang ditekankan beliau dalam bukunya berjudul ‘Matahari Agama, Tidak Akan Pernah Terbenam’. Ditegaskannya bahwa, fenomena sosial dapat dikokohkan jika disesuaikan dengan tuntutan masyarakatnya. Artinya, fenomena tersebut harus muncul dari dalam hati dan fitrah setiap manusia dan harus sesuai dengan tuntutannya.

Menyikapi perluasan pemikiran Barat yang menyerang dan menistakan kedudukan perempuan dalam Islam, Syahid Muthahhari menulis buku tentang hak-hak perempuan dan masalah Hijab. Dalam buku itu, Muthahhari mengemukakan berbagai argumentasi yang kuat dan bahkan balik mengkritik pendapat Barat mengenai hak perempuan dalam Islam. Beliau menepis pendapat Barat bahwa Islam telah menistakan hak perempuan. Dikatakannya, bahwa Islam menjunjung tinggi kedudukan perempuan. Dalam AlQuran disebutkan berbagai ayat yang menyebutkan bahwa takdir dan nasib perempuan dan laki-laki tidak dibedakan. Misalnya dalam masalah pahala dan azab, tidak ada perbedaan bagi kaum perempuan dan laki-laki.

AlQuran bahkan menyebutkan keutamaan para wanita suci seperti istri nabi Adam dan Ibrahim, serta ibu nabi Musa dan Isa.

Salah satu pemikiran menarik Syahid Muthahhari adalah masalah pembedaan antara adat dan etika. Menurutnya, nilai-nilai etika akan kekal sepanjang masa. Karena etika seperti keadilan, kejujuran, menepati janji, cinta, dan lain-lainnya, sangat erat kaitannya dengan tuntutan dan kecenderungan manusia. Adapun adat sosial selalu mengalami perubahan. Sebab itu, Muthahhari menentang pihak yang berpendapat bahwa sejumlah adat harus tetap dijaga dan dilestarikan, karena menurut beliau, adat tersebut bisa jadi tidak sesuai dengan kondisi dan tuntutan zaman. Hal ini menurutnya akan menyebabkan kejumudan dan kemunduran.